Selasa, 14 Februari 2012

Kiat Mencetak Anak Yang Sholeh

Kiat Mencetak Anak Yang Sholeh 1. Mulailah dari diri kita.. Buah yang baik, tidak akan pernah tumbuh dari tanah yang kering dan gersang, tanah yang tidak pernah di beri pupuk. Ini adalah sebuah perumpamaan bagi orang tua yang menginginkan anak yang sholeh. Salah satu faktor dominan dari kesholehan sang anak, pada umumnya sangat bergantung pada orang tuanya, ia ibarat buah yang tumbuh baik dari tanah yang baik dan terawat. Banyak orang tua yang mengeluh tentang kenakalan anaknya, tetapi sedikit sekali di antara orang tua yang menyadari, hal itu adalah dampak dari apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Berbedanya karakter dan sifat dari satu anak dan anak lainnya merupakan representasi yang sangat jelas dari keadaan orang tua mereka pada saat 'proses pembuatan' anak tersebut. Idealnya memang anak yang sholeh adalah berasalh dari kedua orang tua yang sholeh, walaupun pada perjalanannya nanti, banyak juga faktor yang mempengaruhinya. Untuk memperbaiki atau merubah sifat anak, mulailah dari diri kita sendiri sebagai orang tua. Ingatlah, anak adalah satu sosok pembelajar yang sangat efektif dan baik, anak-anak menggunakan 70% kemampuan belajarnya sampai usai antara 15 atau 17 tahun, lalu sisanya adalah 30%. Anak sangat mudah sekali meniru, dan salah satu pemberi kontribusi terbesar yang akan ia tiru adalah orang yang ada di dekatnya, yaitu orang tua mereka. 2. Perhatikan makanan mereka... Memperhatikan makanan tidak hanya pada tingkat makanan jasad saja, tetapi juga makanan jiwa. Memberikan ilmu berupa informasi yang baik kepada anak adalah salah satu bentuk 'suplemen' jiwa yang memiliki andil yang besar dalam membentuk kepribadian anak. Suplemen jiwa yang terbaik adalah Al Quran yang di implementasikan dalam contoh Rasulullah dalam keseharian. Mengajarkan anak tersenyum, berbagi, sedekah, berbuat kebaikan, meraih prestasi, dan masih banyak hal lainnya, semua sudah diajarkan Allah melalui contoh Rasulullah saw. Selain itu, cara orang tua mendapatkan rezeki (apakah halal atau tidak) juga sangat menentukan terhadap perkembangan sang anak. 3. Tempatkan pada lingkungan yang baik Lingkungan merupakan salah satu faktor terbesar yang dapat membentuk perilaku anak kita. Lingkunga adalah tempat kedua setelah rumah sebagai pendidik perkembangan kepribadian sang anak. Memilih lingkungan yang konduksif dan menempatkannya pada lingkungan yang baik adalah tugas dari orang tua kepada anaknya. Tentunya, dukungan orang tua terhadap apa yang di dapat melalui satu lingkungan merupakan hal terbaik yang dapat memperkokoh kepribadian sang anak. Salah satu contoh sederhananya, jangan sampai, ketika sang anak di sekolahnya dibiasakan mencuci tangan sebelum makan, atau makan menggunakan tangan kanan, tetapi ketika sampai di rumah, orang tuanya membiarkan bahkan mencontohkan makan dengan tangan kiri atau tidak mencuci tangan sebelum makan. Ketidaksadaran orang tua karena disebabkan berbagai hal, dapat menyebabkan fenomena yang sering kita lihat, dalam sebuah perumpamaan yang ekstrim, orang tuanya pemiliki pesantren, tetapi anaknya ahli maksiat. Dalam mencermati fenomena ini, yang perlu kita perhatikan adalah, sang anak tidaklah lahir sebagai ahli maksiat, tetapi pada saatnyalah lingkungan yang menyeret dirinya untuk berbuat maksiat. 4. Jadilah sahabat bagi sang anak Anak adalah anak, tetapi, anak pada waktunya akan tumbuh dewasa, dan tidak sedikit, banyak orang tua yang masih menganggap anaknya adalah anaknya yang masih kecil dan tidak pernah dewasa. Menjadi sahabat bagi sang anak adalah salah bentuk penghargaan dan kepercayaan kita terhadap tingkat pemahaman anak untuk menapaki kehidupan yang sesungguhnya sama sekali berbeda dengan kehidupan orang tuanya dulu. Untuk itu, perlulah para orang tua, menempatkan dirinya tidak hanya sebagai orang tua saja, tetapi juga sebagai sahabat yang bisa berbagi dan tempat yang paling nyaman bagi sang anak. Walaupun masih banyak hal yang perlu kita perhatikan, setidaknya, ke empat hal ini dapat mewakili hal penting yang harus kita perhatikan untuk mendapatkan anak yang sholeh...selamat mencoba..Wallahu'Alam.

Selasa, 31 Januari 2012

Mendidik yang tidak bisa MENDADAK

Mendidik itu bukan mendadak, walaupun hal-hal yang mendadak bisa menjadi sesuatu yang mendidik bagi kita. Bahkan sebenarnya, dalam bahasa hukum semesta "sebab-akibat", maka tidak ada suatu kejadian yang terjadi secara mendadak, artinya bahwa semua terjadi setelah berproses secara bertahap. Hanya dikarenakan kita tidak menyadari pentahapan proses tersebut, maka kita merasa bahwa peristiwa itu terjadi mendadak. Itu sebabnya, orang-orang yang selalu dalam kesadaran penuh padaNya, mereka seperti memiliki intuisi yang jernih terhadap berbagai peristiwa yang akan terjadi. Namun demikian, mereka yang intuisinya sudah aktif, ia tidak akan menyebarkan berbagai info yang ia pahami itu kepada khalayak ramai, sebab bisa menjadi sebuah fitnah yang mengandung kesyirikan yang nyata.

Kini, mari kita berfokus kepada pendidikan Orang Tua kepada anak-anaknya. Hal pertama yang perlu diyakini sepenuhnya adalah bahwa anak-anak Anda bukanlah milik Anda, mereka hanyalah amanah dari ALLAH agar Anda menjaga dan merawat mereka sebagaimana yang dikehendakiNya, bukan sebagaimana yang dikehendaki oleh Anda. Dan tentu saja semua kinerja Anda kelak akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah.

Artinya, jika Anda SUKSES merawat, membesarkan, dan mendidik anak-anak Anda, maka tugas Anda adalah MELAPORKAN kesuksesan Anda tersebut kepada ALLAH SWT kelak, sehingga ALLAH membalas kinerja Anda dengan berlipatganda kebaikan. Namun demikian, jika Anda merasa SUKSES mendidik anak, dan lalu Anda "terlanjur" heboh melaporkan kesuksesan Anda kepada manusia lainnya (dengan maksud menyombongkan diri), maka tidak perlu heran jika Allah tidak jadi memberikan pahala yang berlimpah kepada Anda, yakni pahala atas kinerja Anda yang telah apik melaksanakan amanah dariNya.

So, tugas kita sebagai Orang Tua adalah "menjaga amanah" ini, yakni menjaga kefitrahan anak kita, dan bukanlah untuk menyombongkan amanah dariNya, dan apalagi bukan untuk menjauhkan anak kita dari KETAUHIDAN, sehingga secara tidak sadar kita telah menjerumuskan anak-anak kita ke dalam perbuatan syirik yag ilmiah dengan dalih untuk meningkatkan kecerdasan sang anak.

يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ 
“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar”. (Luqman: 13)

Mari kita berhati-hati sebagai orang Tua, jangan hanya dikarenakan anak kita ingin dianggap jenius oleh orang lain, maka kita ikutsertakan anak kita pada berbagai kegiatan yang kita tidak memahami isi/karakter kegiatan tersebut, apakah itu kegiatan pelatihan ataukah lainnya, sehingga dengan perantara pelatihan itu, maka anak kita memiliki kemampuan yang "abnormal", bahkan bisa meramal kejadian-kejadian yang akan datang. Padahal, ALLAH Swt sangat tidak suka jika takdirNya didahului oleh makhlukNya. sebab itu semua sudah termasuk perbuatan Syirik.

Dan berikut adalah sedikit penjelasan tentang ramalan, Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya, meriwayatkan dari salah seorang isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:

“Barangsiapa mendatangi tukang ramal lalu menanyakan kepadanya tentang sesuatu perkara dan dia mempercayainya, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari.”

Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa mendatangi seorang dukun dan mempercayai apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya dia telah kafir (ingkar) dengan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Nah, sahabat sekalian yang dimulyakan oleh Allah SWT....
Mari hari ini kita tidak mudah tergiur oleh berbagai pelatihan yang menawarkan berbagai keajaiban kepada anak kita. Sebuah pelatihan khusus anak yang bisa membuat anak itu memiliki kemampuan-kemampuan dahsyat, bahkan jika terus diasah kemampuannya, anak itu bisa memiliki kemampuan MERAMAL.

Dan, janganlah kita terjebak dengan istilah "Ini ilmiah kok". Sebab ketahuiliah bahwa jin dan para kerabatnya pun bisa jadi lebih ilmiah dibandingkan kita sebagai manusia.

Mari kita lebih berfokus mendidik anak kita dengan penuh kesabaran dan kesyukuran. Mari kita belajar menikmati proses dan menikmati hasilnya. Janganlah kita menjadi Orang Tua "Mendadak", yakni orang tua yang ingin anaknya HEBAT, tapi kita tidak turut berproses dalam kehebatan anak kita. Jangan sekedar serahkan anak kita kepada sebuah program yang kita sendiri masih sangat meragukannya, terlebih lagi jika kita dilarang mengikuti berbagai kegiatan/proses di dalamnya. Jangan sampai kita termasuk orang Tua yang KAGETAN, yakni orang tua yang merasa kaget kok tiba-tiba saja anaknya menjadi HEBAT tapi ia tidak paham KENAPA anaknya menjadi HEBAT. Padahal, semua proses itu akan DITANYAI oleh ALLAH SWT.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah memberikan contoh penanaman aqidah yang kokoh ini ketika beliau mengajari anak paman beliau, Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan. Ibnu Abbas bercerita,

“Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu). Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan manusia)berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan mencelakakanmu). Pena telah diangkat, dan telah kering lembaran-lembaran”.

Orang Tua Biasa hanya ingin Memiliki Anak yang Sholeh dan Hebat, Sedangkan Orang Tua yang Hebat ingin terlibat aktif dalam proses kesholehan dan kehebatan anak-anaknya. Yup, Orang biasa ahli menikmati Hasil, sedangkan orang Luar biasa berhasil menikmati Proses.

Wallahu alam
From KZ S3